Kamis, 12 April 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : PENYAKIT CROHN


BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG
Penyakit crohn (PC) merupakan suatu penyakit kronis, transmural dan proses inflamasinyadapat mengenai berbagai segmen saluran cerna mulai dari mulut sampai anus. Penyakit crohnmerupakan satu dari dua kelainan utama
inflammatory bowel disease
Penyakit ini lebih banyak terjadi pada orang berkulit putih, mengenai pria dan wanita sama banyak. Sekitar 25% kasusbaru PC terjadi pada usia <20 tahun. Puncak insiden PC muncul pada dekade 2 dan 3 kehidupan,kurang dari 5% kasus anak terjadi pada usia di bawah 5 tahun.
            Pada tahun 1932, Chorn, Ginzberg dan Oppenheimer mendeskripsikan penyakit Chorn dengan melokalisasi segmen ileum dan mempengaruhi gastrointestinal lainnya. Kondisi ini kemudian di dokumentasikan bahwa enteritis regional bisa melibatkan bagian manapun dari saluran gastrointrstinal.
            Di Amerika Serikat prevalensi enteritis regional adalah sekitar 7 kasus per 100.000 penduduk. Insiden dan prevalensi enteritis regional atau terutama colon tampaknya terus meningkat selama 5 dekade terkhir, terutama dibagian iklim utara. Tingkat insiden di Eropa berkisar 0,7 – 9,8 kasus per 100.000 orang, di Asia berkisar 0,5 – 4,2 per 100.000, dan tingkat kasus baru yang terendah muncul di Afrika Selatan (0,3 – 2,6 per 100.000) dan Amerika Latin (0 – 0,03 per 100.000) (Arif Muttaqin, 2001).
           
B.     TUJUAN
Tujuan Umum
1.      Untuk mengetahui konsep dasar dan teori penyakit Chorn
2.      Untuk mengetahui konsep dasar asuhan keperawatan penyakit Chorn
Tujuan Khusus
1.      Untuk melengkapi tugas sistem pencernaan
2.      Untuk pustaka dalam pengumpulan materi S1 Keperawatan

C.    METODE
1.      Metode kajian pustaka
2.      Metode penulusan dari iternet
3.      Metode penggunaan eBook



BAB II
PEMBAHASAN
KONSEP DASAR PENYAKIT
Crohn

A.    PENGERTIAN PENYAKIT CROHN
Enteritis regional atau lebih dikenal dengan penyakit Crohn adalah suatu penyakit idiopatik dan kronis dengan proses peradangan pada intestinal yang sering menyebabkan fibrosis dan gejala obstruktif, yang dapat mempengaruhi bagian manapun dari saluran gastrointestinal dari mulut ke anus (Arif Muttaqin, 2001).
Penyakit crohn adalah proses peradangan kronis transmural yang dapat ditemukan di salah satubagian dari saluran pencernaan, mulai dari mulut sampai anus. Penyakit crohn merupakan satu dari dua kelainan utama inflammatory bowel disease (IBD). Penyakit crohn dapat mengenai bagian manapun dari saluran cerna, tidak hanya regional, merupakan penyakit multi sistem dengan manifestasi pada kulit dan membran mukosa (Arif Muttaqin, 2001).
Penyakit Crohn adalah radang kronis dengan etiologi yang tidak diketahui, pada usus halus sering terkena tetapi dapat mengenai seluruh bagian usus, ditandai secara khas oleh radang transmural dengan granuloma. Usus yang menebal dan fisura akan menyebabkan obtruksi intestinal dan fistulasi (Underwood, 1999 : 452).
Penyakit Crohn adalah penyakit inflamasi kronis di usus yang ditandai dengan peradangan di semua saluran gastrointestinal. Kelainan ini terutama mengenai lapisan sub mukosa dan usus halus dan usus besar (Buku Saku Patofisiologi Corwin Elizabeth).
Penyakit Corhn adalah suatu gangguan radang kronis usus idiopatik yang melibatkan bagian seluruh saluran pencernaan yang mana saja mulai dari mulut sampai anus (Berham Klirgeman, Book google).

B.     KLASIFIKASI PENYAKIT CORHN
C.    MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis yang paling sering timbul adalah sebagai berikut :
1.      Diare
Jika terjadi pada anak, bila anak terbangun pada malam hari karena diare maka keadaan patologis
2.      Nyeri perut
Bentuk nyeri perut bervariasi tergantung dari daerah usus yang terkena. Ketidak nyamanan pada daerah perut kanan bawah biasanya pada kelainan ileum terminalis dan sekum yang bisa diperiksa dengan palpasi. Nyeri pad daerah umbilikal biasanya karena kelainan kolon atau kelainan usus yang difus. Biasanya nyeri perut akibat PC bersifat persisten dan jika terjadi pada anak akan membuat anak sering terbangun di malam hari.
3.      Perdarahan rektum
Perdarahan biasanya setelah ada ulserasi pada dinding usus dan melibatkan pembuluh darah besar
4.      Anoreksia
5.      Penurunan berat badan
6.      Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi
7.      Demam ringan
8.      Malaise
9.      Kegagalan perumbuhan dengan keterlambatan pematangan tulang (terutama pada anak)
10.  Gejala – gejala yang timbul di ekstra intestinal, anata lain :
a.       Persendian
artritis dan artralgia ditemukan pada 15% penderita PC dan dapattimbul beberapa tahun sebelum gejala pada saluran cerna muncul. Pada umumnya terjadi pada persendian besar di kaki.
b.      Muskuloskleletal
Ditemukan adanya keluhan mialgia, miositis granulomatosa,miopati, dan dermatomiositis.
c.       Kulit
Manifestasi kulit didapatkan pada 1-4% berupa eritema nodosum, piodermagangrenosa, epidermolisis bulosa akuisita, poliartritis nodosa dan metastatic crohn disease (MCD/PC metastatik). MCD pertama kali diperkenalkan oleh Park pada tahun1965 merupakan komplikasi penyakit crohn berupa lesi granulomatosa pada kulit.
d.      Mukosa mulut
sariawan sering ditemukan, meskipun tidak begitu sakit tapimembuat rasa tidak nyaman.
e.       Kelainan mata
hampir 10% pasien mempunyai komplikasi pada mata termasuk iritis, episkleritis, uveitis, dan pseudo tumor orbita.
f.       Vaskular
berupa trombositosis, peningkatan fibrinogen, faktor V dan faktor VIII serta penurunan anti thrombin III
g.      Ginjal
obstruksi ureteral dan hidronefrosis , fistula enterovesikel, infeksiperivesikal, dan nefrolitiasis.

D.    ETIOLOGI
Etiologi dari Penyakit Corhn belum diketahui secara pasti, namun para ahli meyakini disebabkan karena faktor berikut :
1.      Hiperaktivitas sistem imun
2.      Diduga adanya faktor infeksi
3.      Predisposisi faktor genetik
4.      Pola makan atau makanan yang tidak sehat yang dapat menimbulkan inflamasi
5.      Obat anti – inflamasi non-steroid (OAINS)
6.      Lingkungan seperti sering mengkonsumsi tembakau yang memiliki efek pada faktor pencetus penyakit Corhn

E.     PATOFISIOLOGI
Penyebab dari penyakit Corhn masuh belum diketahui secara pasti. Beberapa predisposisi seperti genetik, lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, penyakit vascular dan faktor psikososial, termasuk merokok, kontrasepsi oral serta menggunakan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS), diyakini oleh sebagian besar ahli terlibat dalam patogenesis Penyakit Corhn.
Secara mikroskopis lesi awal dimulai sebagai fokus peradangan diikuti dengan ulserasi mukosa yang dangkal. Kemudian menyerang sel – sel inflamasi dalam lapisan mukosa dan dalam proses mulai membentuk granuloma. Granuloma menyelimuti semua lapisan dinding usus dan masuk kedalam mesenterium dan kelenjar getah bening regional. Infiltrasi neutrofil ke dalam bentuk abses yang dalam menyebabkan kerusakan pada lapisan dalam dan atrofi dari usus besar.
Secara makroskopis kelainan awal dari hiperemia dan edema dari mukosa yang terlibat. Kemudian, diskrit terbentuk ulkus limfoid dangkal dan dipandang sebagai bintik – bintik merah atau depresi mukosa. Keadaan ini dapat menjadi mendalam, borok serpiginous terletak melintang dan longitudinal diatas mukosa yang meradang.
Hasil peradangan transmural atau meliputi mukosa dan seluruh dinding membentuk penebalan dinding usus dan penyempitan lumen. Obstruksi pada awalnya disebabkan oleh edema dari mukosa dan spasme usus terkait. Obstruksi biasanya bersifat intermitten dan sering reversibel setelah mendapat agen anti inflamasi.
Pada proses lanjut halangan menjadi kronis akibat jaringan parut, penyempitan lumen dan oembentuk striktur.
Manifestasi pada penyakit Corhn akan terjadi nyeri abdoemn menetap dan diare yang tidak hilang dengan defeksi. Diare terjadi pada 90% pasien. Jaringan parut dan pembentukan granuloma mempengaruhi kemampuan usus untuk mentraspor produk dari pencernaan usus atas melalu lumen yang terkonstriksi, mengakibatkan nyeri abdomen berupa kram. Gerakan peristaltik usus dirangsang oleh makan sehingga nyeri kram terjadi setelah makan. Untuk menghindari nyeri kram ini, pasien cenderung untuk membatasi masukan makanan, mengurangi jumlah dan jenis makanan sehingga kebutuhan nutrisi normal tidak terpenuhi. Akibatnya adalah penurunan berat badan, malnutrisi, anemia sekunder. Selain itu, pembentukan ulkus dilapisan membran usus dan ditempat terjadinya inflamasi akan menghasilkan rabas pengiritasi konstan yang dialirkan ke kolon dari usus yang tipis, bengkak, yang menyebabkan diare kronis. Kekurangan  nutrisi dapat terjadi akbiat absorbsi terganggu. Malabsorbsi terjadi sebagai akibat hilangnya fungsi penyerapan permukaan mukosa. Fenomena ini dapat mengakibatkan malnutrisi protein – kalori, dehidrasi dan beberapa kekurangan gizi.

F.     PENATALAKSANAAN
Tujuan tatalaksana penyakit corhn adalah :
1.      Mengobati penyakit aktif atau mempercepat remisi
2.      Mempertahankan remisi
3.      Mencegah relaps
4.      Memacu pertumbuhan  dan perkembangan
5.      Meningkatkan kualitas hidup
Terapi penyakit corhn dibagi menjadi 4 kategori dasar yaitu farmakologis, nutrisi, bedah dan psikologis.
a.       Nutrisi
Penderita penyakit corhn mengalami defisiensi makronutrient, sehingga peran terapi nutrisi sangat penting. Penilaian status gizi dilakukan dengan mengukur berat badan, tinggi badan, data antropometri dan kadar protein serum. Deisiensi mineral dan vitamin (besi, asam folat, vitamin B12, kalsium, magnesium, seng) diterapi secara spesifik. Pada penderita corhn yang mengenai ileum terminal dan terjadi steatorkea, harus diberikan suplemen vitamin larut lemak, trigliserida rantai sedang dan vitamin B12 parenteral. Dukungan nutrisi intensif dapat mengakibatkan intake kalori terutama pada pasien malnutrisi atau gangguan pertumbuhan. Pemberian suplemen nutrisi yang cukup merupakan komponen penting dalam keberhasilan manajemen penyakit corhn pada anak. Tujuan utama dukungan nutrisi adalah koreksi dan pencegahan defisit nutrisi serta mengontrol gejala. Terapi nutrisi dibagi menjadi 3 bagian yaitu terapi primer, terapi tambahan dan persiapan pre operatif.
1)      Terapi primer : diit elemental dapat menurunkan inflamasi intestinal dengan menurunkan stimulasi antigen ke saluran pencernaan.
2)      Terapi tambahan : dukungan nutrisi yang intensif dapat digunakan sebagai terapi tambahan terhadap farmakologis dalam beberapa keadaan klinis
3)      Terapi pre operatif : perbaikan suatu defisiensi nutrisi multak dibutuhkan untuk persiapan operasi yang besar pada pasien Crohn
b.      Farmakologis
Beberapa kombinasi terapi dapat efektif dan mentebabkan remisi dari penyakit corhn. Setelah tercapai keadaan remisi maka dosis dapat diturunkan secara bertahap.
1)      Kortikosteroid
Kortikosteroid secara signifikan efektif menybabkan remisi pada pasien penyakit crohn, baik pada usus halus maupun usus besar.
2)      Sulfasalazin
Obat ini hanya efektif untuk penyakit crohn oada usus halus.
3)      Antibiotika
Antibiotika spektrum luas sering dibutuhkan untuk mengobati abses intraabdominal yang merupakan salah satu manifestasi penyakit crohn. Kombinasi 3 macam obat sering digunakan yaitu ampisilin, gentamisin dan metronidazol.
c.       Terapi bedah
Lebih kurang 50 – 70% anak dengan penyakit crohn membutuhkan tindakan bedah dalam 10 – 15 tahun setelah diagnosis ditegakkan. Tindakan bedah dilakukan bila gejala masih menetap meskipun telah mendapat terapi farmakologis, adanya komplikasi intestinal berupa obstruksi, abses intraabdominal, fistula enterofesicular, perdarahan serta perforasi.
d.      Terapi psikologis
Sangat penting memonitor secara psikologis dan sosial akibat dari penyakit crohn. Sering didapatkan keadaan gangguan psikologis, terutama depresi akibat penyakit kronis yang diderita.

G.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium adalah kadar hemoglobin, hematokrit, kadar besi serum untuk menilai kehilangan darah dalam usus, laju endap darah untuk menilai aktivitas inflamasi serta kadar alumin serum untuk status nutrisi, serta C reactive protein yang dapat dipakai juga sebagai parameter aktivitas penyakit
2.      Endoscopy
Penyakit crohn dapat bersifat transmural, segmental dan dapat terjadi disaluran cerna bagian atas, usus halus ataupun colon.
3.      Radiologi
Barium kontas ganda dapat memperlihatkan striktur, fistula, mukosa yang iregular, gambaran ulkus dan polip, ataupun perubahan distenbilitas lumen kolon berupa penebalan dinding usus. Peran Ct Scan dan ultrasonografi lebih banyak ditujukan pada penyakit crohn dalam mendeteksi adanya bases ataupu fistula.
4.      Histopatologi
Spesimen yang berasal dari operasi lebih mempunyai nilai diagnostik daripada spesimenyang diambil secara biopsi per – endoskopik. Terlebih lagi bagi penyakit crohn yang lesinya bersifat transmural sehingga tidak dapat dijangkau dengan teknik biopsi per-endoscopik. Gambaran khas untuk penyakit crohn adanya granuloma tuberculoid (terdapat 20 – 40% kasus) merupakan hal yang karakteristik disampung adanya infiltrasi sel makrofag dan limfosit di lamina profia serta ulserasi yang dalam.
5.      MRI
Dapat lebih unggul daripada Ct Scan dalam menunjukkan lesi panggul. Oleh karena kadar air diverensia, MRI dapat mebedakan peradangan aktif dari fibrosis dan dapat membedakan antara inflamasi serta lesi fibrostenosis penyakit crohn.
6.      Colonoscopy
Dapat membantu ketika barium enema satu kontras belum informatif dalam mengevalusia sebuah lesi kolon. Kolonoscopy berguna dalam memperoleh jaringan biopsi, yang membantu dalam diferensiasi penyakit lain, dalam evaluasi lesi masa, dan dalam pelaksanaan surveilans kanker. Colonoscopy juga memungkinkan mefisualisasi fibrosis striktur pada pasien dengan penyakit kronis. Selain itu, colonoscopy juga dapat digunakan dalam periode pasca operasi bedah untuk mengevaluasi anastomosis dan meprediksi kemungkinan kambuh klinis serta respon terhadap terapi pasca operasi.

H.    KOMPLIKASI
Terbentuknya usus halus secara menyeluruh dapat menimbulkan sindrom malabsorbsi, tetapi penyebab malabsorbsi yang paling sering pada penyakit crohn adalah iatrogenik. Reseksi berulang usus halus menimbulkan sindroma usus pendek dimana nutrisi yang ade kuat dipertahankan dengan pemberian melalui intra vena atau intra peritonial. Terjadinya fistula merupakan komplikasi tersering, penetrasi yang dalam oleh ulkus menimbulkan fistula diantara lengkung usus disekitarnya dan terutama setelah terapi bedah, menimbulkan fistula enterokutaneus. Sekitar 60% penderita mempunyai lesi anal. Ini meliputi tonjolan kecil pada kulit, fisura dan fistula ke kanalis anal atau kulit peri anal. Komplikasi akut seperti perforasi, perdarahan dan dilatasi toksik dapat terjadi tetapi jumlahnya lebih sedikit yang ditemukan pada penyakit corhn. Pada jangka panjang terdapat peningkatan resiko keganasan, terutaa pada usus halus. Amiloidisis sistemik jarang terjadi, suatu komplikasi jangka panjang yang diakibatkan oleh produksi amiloid protein A serum yang berlebihan (underwood,1999).



1.      Malnutrisi
Diperkirakan 85% penderita penyakit crohn mengalami kehilangan berat badan. Penyebab malnutrisi biasanya multifaktor, termasuk intake diet yang sub optimal, pengeluaran gastrointestinal yang berubah, malabsorbsi dan peningkatan kebutuhan akibat proses inflamasi. Anoereksia adalah tanda penting. Malabsorbsi komponen-komponen makanan dapat terlihat pada penyakit crohn. Malabsorbsi lemak dapat terjadi karena :
a.       Berkurangnya bile acid pool sekunder akibat mengabsorbsi asam empedu dari penyakit ileum atau akibat reseksi ileum.
b.      Meluasnya pada mukosa usus halus.
c.       Pertumbuhan berlebih bakteri pada daerah usus proximal.
2.      Gangguan pertumbuhan
Keadaan malnutrisi kronik menyebabkan gangguan pertumbuhan linear dan perkembangan pubertas pada anak dengan penyakit crohn. Beberapa study telah melaporkan beberapa gangguan pertumbuhan pada penyakit crohn. Penelitian oleh Tjietjn dkk, pada 40 anak dengan penyakit crohn didapatkan adanya ganggguan pertumbuhan pada anak-anak tsb. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi dan memberikan konstribusi pada gangguan pertumbuhan anak dengan penyakit crohn. Malnutrisi kronis dapat menjadi penyebab penting terjadinya retardasi pertumbuhan.

 BAB III
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

A.    PENGKAJIAN
1.      Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan utama
Sering merasa nyeri abdomen dan diare. Keluhan nyeri biasanya bersifat kronis yaitu berupa nyeri kram pada kuadran perumbilikal kanan bawah dan kondisi rasa sakit dapat mendahului diare, serta mungkin sebagian pasien melaporkan perasaan nyaman setelah buang air besar. Diare biasanya tanpa disertai darah dan sering terputus – putus atau tidak mau berkurang dengan melakukan defekasi. Akan tetapi, apabila usus besar yang terlibat, pasien dapat melaporkan nyeri perut difus serta dengan Bab lendir, darah atau nanah. Awalnya, halangan tersebut adalah peradangan sekunder edema dan spasme usus, kemudian bermanifestasi sebagai kembung dan sakit kram. Setelah menjadi kronis, lumen usus menyempit, pasien mungkin mengeluh sembelit dan kesukaran membuang air besar.
b.      Riwayat Penyakit Sekarang
Didapat keluhan lainnya yang menyertai seperti peningkatan suhu tubuh, mual dan muntah, anoreksia, perasaan lemah dan penurunan nafsun makan.
c.       Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian predisposisi seperti genetik , lingkungan, infeksi, imunitas, makanan, vascular dan faktor psikososial, termasuk merokok, kontrasepsi oral dan menggunakan obat anti inflamasi (OAINS) perlu didokumentasikan. Anamnesis penyakit sistemik seperti DM, hipertensi dan tuberkulosis dipertimbangkan sebagai sarana pengkajian perioperatif.
2.      Pengkajian Psikososial
Didapatkan peningkatan kecemasan karena nyeri abdomen dan rencana pembedahan dan serta perlunya informasi sarana pembedahan.
3.      Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan umum : terlihat lemah dan kesakitan
b.      TTV mengalami perubahan sekunder dari nyeri dan diare, suhu badan pasien naik ≥38,5°C
c.       Head to toe
1)      Integumen
Kilit kering dan turgor tidak baik karena kekurangan nutrisi
2)      Abdomen
a)      Inspeksi           : pasien mengalami nyeri tekan, kram andomen, perut kembung, inspeksi dari daerah perinatal dapat mengungkapkan fistula, abses dan jaringan parut.
b)      Auskultasi       : terdapat peningkatan bising usus karena pasien mengalami diare
c)      Perkusi            : nyeri tekuk dan tympani karena adanya flatulen
d)     Palpasi             : nyeri tekan abdomen, peningkatan suhu tubuh atau didapatkan adanya masaa pada abdomen. Turgor kulit >3 detik menandakan gejala dehidrasi
4.      Pemeriksaan Laboratorium
a.       Anemia disebabkan oleh beberapa penyebab, termasuk peradangan kroni, malabsorbsi besi, kehilangan darah kronis, dan malabsorbsi vitamin B12 atau folat
b.      Hipoalbuminemia, hipokolesterolemia, hipokalsemia dan hipomagnesemia mencerminkan malabsorbsi
c.       Leukositosis disebabkan oleh peradangan kronis, abses atau pengobatan steroid

B.     DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri b.d iritasi nitestinal, kram abdomen dan respon pembedahan
2.      Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit b.d pengeluaran cairan dari muntah yang berlebihan
3.      Resiko ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh b.d ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamana lambung dan intestinal
4.      Resti infeksi b.d adanya luka pasca bedah
5.      Kecemasan b.d prognosis penyakit dan rencana pembedahan




C.    INTERVENSI KEPERAWATAN
No.
Dx
Tujuan dan KH
Intervensi
Rasional
1.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah keperawatan nyeri dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
1.      Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang
2.      Ekspresi wajah pasien tenang dan rileks
3.      Dapat mengidentifikasi kegiatan yang dapat menambah atau mengurangi nyeri
4.      Pasien tidak gelisah
5.      Skala nyeri turun
0 - 4
1.      Kaji skala nyeri (0 – 4)
2.      Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi
3.      Istirahatkan pasien
4.      Ajarkan teknik distraksi
5.      manajemen pemberian diit dan menghindari agen iritan mukosa lambung
6.      kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antasida sesuai dosis
1.      perawat mengkaji tingkat nyeri dan dan kenyamanan pasien setelah penggunaan obat – obatan dan menghindari zat pengiritasi
2.      pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri
3.      istirahat secara fisiologis dapat menurunkan kebutuhan oksigen
4.      distraksi dapat menurunkan stim ulus internal
5.      dengan emnghindari makan dan minuman yang dapat mengiritasi mukosa lambung dapat menurunkan intensitas nyeri
6.      antasid untuk mempertahankan Ph lambung pada tingkat normal (4,5)
2
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah cairan dan elektrolit dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
1.      membran mukosa lembab, turgor kulit normal
2.      TTV dalam batas normal
3.      Output >600ml/hari
4.      Laboratorium : nilai elektrolit normal










1.      Monitor TTV
2.      Monitor status cairan (membran mukosa, turgor kulit dan output urin)
3.      Kaji sumber kehilangan cairan
4.      Manajemen pemberian cairan
5.      Kolaborasi untuk pemberian diuresis
1.      Mengetahui keadaan umum pasien, hipotensi datap terjadi pada kondisi hipovolemia
2.      Jumlah dan tipe cairan pengganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urin. Monitor dilakukan dengan ketat pada produksi urin
3.      Kehilangan caairan dan muntah dapat disertai dengan keluarnya natrium per oral yang juga akan meningkatkan risiko gangguan elektrolit
4.      Intake dan output cairan setiap hari dipantau untuk mendeteksi tanda – tanda awal terjadinya dehidrasi
3
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan ketidakseimbangan nutrisi dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
1.      Pasien dapat mempertahankan asupan status nutrisi yang adekuat
2.      Pernyataan motivasi yang kuat untuk meningkatkan kebutuhan nutrisinya
1.      Kaji status nutrisi pasien, turgor kulit, berat badan dan penurunan berat badan
2.      Fasilitasi pasien memperoleh diit biasa yang dikonsumsi pasien setiap hari
3.      Pantau intake dan output, anjurkan untuk timbang berat badan secara periodik
4.      Lakukan dan ajarkan perawatan mulut sebelum dan sesudah makan
5.      Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian ddit yang seimbang
6.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti muntah sesuai dosis
1.      Menetapkan derajad masalah untuk menetapkan pilihan intervensi yang tepat
2.      Memperhitungkan keinginan individu agar dapat memperbaiki nutrisi
3.      Berguna dalam mengukur keefektifan nutrisi dan dukungan cairan.
4.      Menurunkan rasa tidak enak karena sisa makanan dan bau obat yang dapat merangsang pusat muntah
5.      Merencanakan diit dengan kandungan nutrisi yang adekuat untuk memenuhi pengingkatan kebutuhan energi dan kalori
6.      Meningkatkan rasa nyaman pada gastrointestinal dan meningkatkan keinginan intake nutriso dan cairan per oral
4.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan resti infeksi dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
1.      Tanpa adanya infeksi dan tanda – tanda kemerahan setelah jahitan dilepas
2.      TTV terutama suhu dalam batas normal
1.      Kaji TTV
2.      Kaji jenis pembedahan
3.      Lakukan perawatan luka pada hari ke dua pasca bedah
4.      Bersihkan luka pada saat setiap perawatan luka
5.      Tutup luka dengan kassa steril
6.      Berikan penkes kepada keluarga pasien dan pasien cara perawatan luka yang benar dan steril
7.      Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian anti infeksi sesuai dosis
1.      Suhu dapat ikut naik jika pasien terjadi inflamasi dan infeksi
2.      Menidentifikasi kemajuan atau penyimpangan dari tujuan yang diharapkan
3.      Perawatan luka sebaiknya tidak setiap hari untuk menurunkan kontak dengan luka yang dalam kondisi steril
4.      Pembersihan debridemen dapat mencegah kontaminasi kuman ke jaringan luar
5.      Penutupan secara menyeluruh dapat menghindari kontaminasi dari benda atau udara
6.      Pemberian penkes diharapkan bisa lenih memberikan pemenuhan informasi bagi keluarga
7.      Tindakan kolaborasi dilakukan dengan tujuan untuk lebih optimal dalam pengobatan
5.
Setelah dilakukan keperawatan selama 3x24 jam, masalah keperawatan kecemasan dapat teratasi dengan KH sebagai berikut :
1.      Pasien mampu mgnungkapkan perasaan kepada perawat
2.      Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan atau ketakutan
3.      Pasien dapat rileks dan tidur dengan nyaman

1.      Monitor respon fisik, seperti kelelahan, perubahan tanda vital dan gerakan yang berulang – ulang
2.      Anjurkan pasien dan keluarga mengungkapkan dan mengekspresikan rasa takutnya
3.      Catat reaksi pasien atau keluarga. Berikan kesempatan utnuk mengungkapkan perasaannya
4.      Ajarka aktivitas pengalihan perhatian sesuai kemampuan individu seperti menulis, menonton tv, dll
1.      Digunakan untuk mengevaluasi derajad atau tingkat kesadaran, khusunya jika melakukan komunikasi verbal
2.      Memberikan kesempatan untuk berkosentrasi kejadian dari rasa takut, dan mengurangi cemas yang berlebihan
3.      Respon dari kecemasan anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat
4.      Sejumlah aktivitas atau ketrampilan dapat menurunkan tingkat kebosanan yang dapat menjadi stumulus kecemasan